Pengertian, rukun, sunnah, dan hal yang membatalkan wudhu'


A.    Pengertian Wudhu
Menurut bahasa wudhu’ berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’, wudhu’ berarti membersihkan anggota tubuh tertentu (wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) dari najis dan mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. Wudhu’ adalah suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum orang mengerjakan shalat.
Kata wudhu’ merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yang sudah lazim diucapkan dengan fasih oleh kaum muslim Indonesia. Adapun artinya, dalam kamus bahasa Indonesia tertulis : menyucikan diri (sebelum sembahyang) dengan membasuh wajah, tangan, kepala, dan kaki. Sedangkan dalam bahasa Arab kata wudhu’ merupakan turunan dari kata kerja (fi;il) wadhu’ayadha’u yang artinya: bersih. Kemudian, ketika kata ini menjadi istilah dalam fiqh (hukum islam), arti kata wudhu’ adalah: perbuatan mengambil wudhu’, yaitu menggunakan air yang suci lagi menyucikan untuk meratakannya pada anggota-anggota tubuh tertentu sebagaimana yang di jelaskan dan di syari’atkan (ditetapkan) oleh Allah Swt serta diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Menurut Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary Rahimahumullah (seorang ahli bahasa) menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ (اَلْوَضُوءْ), maka yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan wudhu (الُوضُوءْ), maka yang diinginkan di situ adalah perbuatannya. Jadi, wudhu’ adalah perbuatan, sedangkan wadhu adalah air wudhu.[1] Sedangkan menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy Rahimahullah, kata wudhu’ terambil dari kata al-wadhu’ah / kesucian (اَلْوَضُوءْ). Wudhu’ disebut demikian, karena orang yang shalat membersihkan diri dengannya. Sehingga, ia menjadi orang yang suci.[2]
Secara Syari’at, menurut Syaikh Shalih Ibnu Ghanim As-Sadlan Hafishahullah:
مَعْنَى الْوُضُوْءِ : اَسْتَعْمِلُ مَاءٍ طَهُوْرٍ فِى اْلأَعْضَاءِ اْلاَرْبَعَةِ عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ فِى الشَّرْعِ
Artinya: Makna wudhu’ adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus menurut syariat.[3] Jadi definisi wudhu’ bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu bentuk peribadatan kepada Allah Ta’ala dengan mencuci anggota tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus.
Disyari’atkan wudhu’ ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:[4]
a.       Firman Allah Swt dalam surat al- Maidah ayat 6
ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya; “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki”. (Al-Maidah :6)

b.      Sabda Rasulullah
لاَيَقْبَلُ اللهَ صَلاَةَ اَحَدُكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّاءَ
Artinya; “Allah tidak menerima shalat salah seorang diantaramu bila ia berhadats, sehingga ia berwudhu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

c.       Ijma’
Telah terjalin kesepakatan kaum muslim atas disyari’atkannya wudhu’ semenjak zaman Rasulullah hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama.

B.     Rukun (Fardhu) Wudhu
Tidaklah sah apabila seseorang yang meninggalkan salah satu rukun (fardunya) wudhu’. Dalam kitab Fathul Mu’in disebutjkan ada 6 hal yang menjadi rukun wudhu’;[5]
1.      Niat fardhunya wudhu ketika pertama kali membasuh wajah. Niat itu letaknya didalam hati, adapun niatnya yaitu:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya;” Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardu karena Allah Ta’ala”.
2.      Membasuh wajah
3.      Membasuh kedua tangan dari telapak dan lengan sampai siku
4.      Membasuh sebagian kepala
5.      Membasuh kedua kaki beserta ke-dua mata kaki
6.      Tertib (berurutan), artinya mendahulukan anggota wudhu’ yang seharusnya didahulukan dan mengakhiri yang seharusnya diakhiri.

Dan terdapat perbedaan pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu’. Ada yang menyebutkan 4 saja, sebagaimana yang tercantum dalam ayat Qur’an, namun ada juga yang menambahkannya dengan berdasarkan dalil dari sunnah;[6]
a.       Empat  rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun wudhu’ itu hanya ada 4 sebagaimana yang disebutkan dalam Nash Qur’an.
b.      Tujuh rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan dengan keharusan niat, ad-dalk yaitu menggosok anggota wudhu’, sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu’ dengan air masih belum bermakna mencuci/membasuh, juga beliau menambahkan kewajiban muwalat.
c.       Enam rukun menurut As-Syafi’iyah menambahnya dengan niat pembasuhan dan usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau gunakan adalah harus tertib.
d.      Tujuh rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan bahwa harus niat, tertib dan muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang lain yang sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu.

C.    Sunnah-sunnah Wudhu
1.    Membaca basmalah sebelum mengambil air untuk membasuh muka sambil niat berwudhu’.
2.    Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan 3x (tiga kali) dengan air yang suci.
3.    Berkumur.
4.    Beristisyaq (menghirup air ke dalam hidung). Sunnah mengeraskan berkumur dan beristinsyaq bagi yang tidak puasa, dan makruh bagi yang puasa. Berkumur dan istinsyaq dilakukan 3x.
5.    Istinsaar (membuang air dari hidung) dengan meletakkan jari telunjuk dan ibu jari tagan kiri di atas hidung. Jika dalam hidung terdapat kotoran yang keras, hendaklah dikeluarkan dengan jari kelingking tangan kiri.
6.    Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang telinga. Dalam mengusap telinga harus menggunakan air yang baru, bukan air yang telah digunakan mengusap kepala.
7.    Merenggangkan jari-jari kedua tangan dan kaki jika menghalangi masuknya air ke sela-sela jari. Caranya pada tangan ialah meletakkan bagian dalam pada salah satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lain sambil memasukkan jari tangan pada tangan lain. Dan caranya pada kaki adalah meletakkan jari-jari tangan kiri diantara jari kaki, dimulai dari jari kelingking kaki kanan dan berakhir pada kelingking kiri pada bagian bawah kaki.
8.    Menggerakkan cincin agar air sampai pada bagian bawah jari.
9.    Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki.
10.    Memulai dengan ujung anggota yaitu membasuh wajah mulai bagian atas sampai bawah dan membasuh kedua tangan mulai jari-jari sampai siku, mengusap kedua kepala mulai dari tempat yang biasa ditumbuhi rambut sampai bagian atas kepala, dan membasuh kedua kaki dari ujung jari-jari sampai kedua mata kaki
11.    Melebihkan basuhan pada anggota yang wajib seperti wajah, tangan, kaki.
12.    Membasuh dua atau tiga kali dalam segala hal, kecuali bila sudah merata, bila merata pada basuhan kedua, maka basuhan kedua itu dianggap kali pertama. Bila merata pada basuhan kali ketiga, maka semua basuhan dianggap kali pertama, dan hendaklah diteruskan dengan basuhan kali kedua dan ketiga.
13.    Menghadap kiblat.
14.    Tertib yaitu beruntun antara anggota-anggota wudhu’ tidak terdapat jarak yang lama, sehingga anggota yang telah dibasuh mengering kembali.
15.    Membasuh tangan hingga pergelangan pada saat akan mulai wudhu’. Ini biasa dilakukan Rasulullah SAW, sunnah ini sangat sesuai dengan fitrah dan akal. Sebab biasanya pada tangan itu ada debu atau yang serupa dengan debu. Maka sudah harusnya, kamu dimulai dengan membersihkannya sehingga kemudian bisa digunakan untuk mencuci muka dan anggota tubuh lainnya. Dan yang sangat ditekankan untuk melakukan itu adalah saat bangun dari tidur. Sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim.
إِذَ اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يُدْخِلْ يَدَهُ فِى اْالإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثً فَإِنَّهُ لاَيَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ.
Artinya:“Jika seorang diantara kalian bangun dari tidur, maka janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam wadah air hingga dia mencucinya sebanyak 3x. Sebab dia tidak tahu di tempat mana tangannya berada sebelumnya.”[7]
16.    Menyela-nyela jenggot yang lebat.
17.    Memulai dari bagian kanan. Hendaknya ia mulai mencuci tangan kanan sebelum yang kiri, mencuci kaki kanan sebelum yang kiri.

D.    Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu
1.    Keluarnya sesuatu melewati satu dari dua jalan
Segala sesuatu yang keluar melalui salah satu jalan keluarnya najis (qubul dan dubur) merupakan penyebab batalnya wudhu’ seseorang, termasuk juga madzi dan wadi yang keluar dari kemaluan laki-laki. Madzi adalah sesuatu yang keluar dari kemaluan seseorang lelaki setelah dia bercumbu, melihat atau berpikir mengenai seks. Dia adalah air yang kental yang keluar dengan cara mengalir dan tidak memancar laksana mani. Sedangkan wadi adalah air berwarna putih yang keluar setelah buang air kecil. Keduanya membatalkan wudhu laksana kencing, dan tidak ada kewajiban apa-apa lagi bagi seseorang yang keluar madzi dan wadi kecuali istinja’ dan wudhu.
Berbeda halnya dengan air mani, menurut Imam Syafi’i air mani yang keluar dari tubuhnya sendiri (bukan air mani yang menempel) bukan penyebab batalnya wudhu’. Ini karena jika seseorang mengeluarkan air mani maka dia wajib mandi. Air mani adalah air yang memancar keluar dari kemaluan, biasanya pada saat berhubungan intim.
2.    Hilang akal, merupakan salah satu penyebab batalnya wudhu seseorang. Hilang akal di sini dapat disebabkan oleh pingsan, gila, atau tidur. Namun, tidur yang dilakukan dalam posisi duduk tidak membatalkan wudhu.
3.    Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang belum nikah tetapi sudah baligh dan berakal, dan tidak ada penghalang antara keduanya.
4.    Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa adanya penghalang.

DAFTAR PUSTAKA


Al-Asqalani, Ibnu Hajar & Imam Al Hafizh.2001.Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari. Jakarta: Pustaka Azam.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad.1999. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani.
Al-Malibary, Zainuddin bin Muhammad Al-Ghozaly. Fathul Mu’in. Surabaya: Darul Ilmi.
Al-Thoyaar, Abdullah bin Muhammad. Risalah fi Al-Fiqh.Riyadh: Madar Al Watani lin Nasyr.
Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. 2008. Al-Nihayah fi Gharib Al-Hadits wal atsar. Mesir: Jannatul Afkar.
Mas’ud, Ibnu & Zainal Abidin. 2007. Fiqih Madzab Imam Syafi’I, Bandung: Pustaka Setia Bandung.
Yusuf, M.Qadhari.2004. Fiqih Thoharoh.Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
“Makalah Wudhu Terlengkap”.Hasanudin. April 2016. Web 25 Februari 2019. <http://hasanudin96.blogspot.com/2016/04/makalah-wudhu-terlengkap.html>
“Pendahuluan”.Latifa Hatirah. November 2017. Web 25 Februari 2019. <http://lathifahatirah.blogspot.com/2017/11/bab-i-pendahuluan-i.html>
“Makalah Tentang Wudhu”.Semua Makalah Pembelajaran. Juni 2017. Web 25 Februari 2019.<http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-tentang-wudhu.html>




[1] Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, An-Nihayah Fi Gharib Al-Hadits wa Al-Atsar, Cet. 5 (Mesir: Jannatul Afkar, 2008), hlm.428
[2] Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqulani, Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Azam, 2001),hlm.306
[3] Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar. Kitab Riasalah fi Al-Fiqh Al-Muyassar (Riyadh: Madar Al-Wathoni Lin Nasyr),hlm.19
[4] Zainuddin bin Muhammad Al-Ghazaly Al Mailbary. Fatkhul Mu’in (Surabaya: Barul Al Ilmi),hlm.5
[5] Ibnu Mas’ud &  Zainal Abidin S. Fiqih Madzhab Imam Syafi’i (Bandung: Pustaka Setia Bandung, 2007),  hlm.56
[6] Ibrahim Muhammad Al-Jamal. Fiqih Muslimah (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), hlm.14-16
[7] M.Qadhari Yusuf, Fiqih Thaharoh, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), hlm. 200-203

Komentar

  1. jasa pembuatah waterpark, waterboom landscape taman, privatepool, kolam ombak, kolam arus, race slide, boomerang slide,ornaen waterpark dll.
    untuk informasi lebih lanjut hubungi kami di:

    No.tlp : 081977000899 (dewi)
    office : CV. bahagia sukses makmur
    Alamat: Taman Ubud Cendana 1 No.19 Lippo Village

    #waterpark #waterboom #landscapetaman #privatepool#raceslide #spiralslide #bowlslide #bomerangslide #ornamenwaterpark

    BalasHapus

Posting Komentar